Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Karakteristik Aspek Emosi Remaja dan Kecerdasan Emosi

karakteristik aspek emosi remaja

Emosi dapat didefinisikan sebagai suatu suasana yang kompleks dan getaran jiwa yang menyertai atau muncul sebelum/sesudah terjadinya perilaku (Makmun,2009:114). 

Emosi tidak hanya melibatkan perasaan dan pikiran, aspek biologis dan psikologis, namun disertai serangkaian tindakan. Aspek perilaku dari suatu emosi ada tiga variabel, yaitu situasi yang menimbulkan emosi, perubahanperubahan fisologis yang terjadi dalam diri individu yang mengalami emosi, dan respon atau reaksi individu yang menyertai emosi. 

Menurut Hurlock (2003:213) perkembangan emosi dipengaruhi oleh faktor kematangan dan faktor belajar, tetapi faktor belajar lebih penting, karena belajar merupakan faktor yang lebih dapat dikendalikan. 

Terdapat berbagai cara dalam mengendalikan lingkungan untuk menjamin pembinaan pola-pola emosi yang diinginkan, orang tua dan guru dapat membantu anak untuk memiliki pola reaksi emosi yang diinginkan melalui pengajaran dan bimbingan. 

Pengendalian Emosi

Untuk dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik, peserta didik harus mampu mengendalikan emosi dengan baik. Anak harus belajar mengekspresikan emosi dengan cara yang dapat diterima secara sosial. 

Menurut Hurlock (2003:231) mengendalikan emosi adalah mengarahkan energi emosi ke saluran ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial.  Dalam mengendalikan emosi, anak harus belajar bagaimana cara menangani rangsangan yang membangkitkan emosi dan bagaimana cara mengatasi reaksi yang biasa menyertai emosi.  


Karakteristik Aspek Emosi Remaja Awal

Menurut Yusuf (2006:9) masa remaja merupakan masa memuncaknya emosionalitas. Matangnya organ-organ reproduksi memengaruhi emosi atau perasaan-perasaan baru yang sebelumnya tidak pernah dialami, seperti perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis. 

Perkembangan emosi pada masa remaja awal bersifat sensitif dan reaktif (kritis) yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial, emosi cenderung memuncak dan kurang stabil, emosinya sering bersifat negatif dan temperamental (mudah marah/tersinggung, atau mudah sedih/murung). Kondisi ini terutama pada remaja yang hidup di lingkungan yang tidak harmonis khususnya lingkungan keluarga.  

Reaksi-reaksi dan ekspresi-ekspresi emosi yang masih labil dan belum terkendali seperti pernyataan marah, gembira dan kesedihannya mungkin masih dapat berubah-ubah silih berganti dalam tempo yang cepat. 

Dengan demikian penting sekali memberikan bimbingan untuk meningkatkan kemampuan pengendalian emosi peserta didik yang diintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran.  


Kecerdasan Emosi

Konsep kecerdasan emosi semakin popular dan meluas serta menyadarkan masyarakat tentang pentingnya kecerdasan emosi dalam mencapai keberhasilan. Hal itu terjadi setelah Goleman menerbitkan buku Emotional Intelligence tahun 1995. 

Kecerdasan emosi memiliki peran yang penting dalam pendidikan, maupun dunia kerja bahkan ke semua bidang kehidupan yang melibatkan hubungan antarmanusia. 

Menurut Goleman (1997:57) setiap orang tentu memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam wilayah kecerdasan emosi, mungkin beberapa orang yang amat terampil dalam menangani kecemasan sendiri akan tetapi sulit mengatasi rasa marah. Remaja yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi cenderung memiliki semangat belajar yang tinggi dan disukai oleh temantemannya. 

Kecerdasan emosional bukan lawan dari kecerdasan intelektual, tapi kedua kecerdasan tersebut saling berinteraksi secara dinamis. Untuk menguasai materi pelajaran atau prestasi akademik dibutuhkan kecerdasan kognitif atau intelektual. 

Namun untuk mengoptimalkan potensinya serta keberhasilan dalam berbagai setting kehidupan diperlukan kecerdasan emosional, sosial, dan spiritual. 

Menurut Goleman (1997:57) setiap orang tentu memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam wilayah kecerdasan emosi, mungkin beberapa orang yang amat terampil dalam menangani kecemasan sendiri akan tetapi sulit mengatasi rasa marah. 

Kecerdasan emosional memiliki lima wilayah utama, yaitu sebagai berikut ini. 

1) Mengenali emosi diri, yaitu mengenali perasaan saat perasaan itu muncul  merupakan dasar dari kecerdasan emosi yang melandasi terbentuknya kecakapan-kecakapan emosi yang lain. 

Lebih lanjut Yusuf (2014:113) menjelaskan karakteristik perilaku dari aspek kesadaran diri, yaitu mengenali perasaan sendiri, merasakan emosi sendiri, memahami penyebab timbulnya suatu perasaan, dan mengenal pengaruh perasaan terhadap tindakan . 

2) Mengelola emosi, yaitu kemampuan mengendalikan diri, mengatur suasana hati  yang didasari oleh kemampuan seseorang dalam memahami diri. 

Yusuf (2014:114) menyatakan karakteristik perilaku dari aspek mengelola emosi, yaitu memiliki toleransi terhadap frustasi dan kemampuan dalam a) mengendalikan serta mengungkapkan amarah lebih baik dan tepat tanpa berkelahi, b) mengendalikan emosi yang bersifat destruktif dan agresif, c) Mempunyai perasaan yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, keluarga dan sekolah, d) mengelola stress dengan baik, e) mengatasi perasaan kesepian dan kecemasan dalam pergaulan.  

3) Memotivasi diri sendiri, yaitu kemampuan mengelola emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan, merupakan hal sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri, dan menguasai diri sendiri, serta untuk berkreasi.  

Yusuf (2014:114) menyebutkan karakteristik perilaku  dari aspek memanfaatkan emosi secara produktif, yaitu memiliki tanggung jawab , dapat memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan, dapat mengendalikan diri, dan tidak bersikap impulsif.  

4) Mengenali emosi orang lain, yaitu kemampuan berempati kepada orang lain. Seseorang dapat berempati kepada orang lain apabila telah memahami emosinya sendiri.  Kemampuan berempati merupakan “keterampilan bergaul” dan memupuk sikap  altruisme yaitu dorongan untuk membantu. 

Yusuf (2014:114) menyatakan karakteristik perilaku dari aspek empati, yaitu dapat menerima sudut pandang orang lain, mempunyai sikap empati atau kepekaan terhadap perasaan orang lain, memiliki kemampuan untuk mendengarkan orang lain.   

5) Membina hubungan dengan orang lain sebagian besar merupakan keterampilan memahami dan mengelola emosi orang lain. 

Yusuf (2014:114) menjelaskan bahwa menyatakan karakteristik perilaku  dari aspek membina hubungan, yaitu kemampuan untuk a) memahami dan menganalisis hubungan dengan orang lain, b) menyelesaikan konflik dengan orang, c) berkomunikasi dengan orang lain, mudah bergaul dan bersikap bersahabat dengan teman sebaya, d) memberikan perhatian dan tenggang rasa terhadap orang lain, suka menolong, e) menyesuaikan diri dengan kelompok, dan f) senang berbagi rasa.

Peserta didik yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan tercermin dalam sikap dan perilakunya. 

Salovey dan Mayer menjelaskan kualitas-kualitas emosional yang penting untuk mencapai kesuksesan (Shapiro, 1997:5) di antaranya adalah: 

  1. empati; 
  2. mengungkapkan dan memahami perasaan; 
  3. mengendalikan amarah; 
  4. kemandirian; 
  5. kemampuan menyesuaikan diri; 
  6. disukai;
  7. kemampuan memecahkan masalah antarpribadi, 
  8. ketekunan; 
  9. kesetiakawanan; 
  10. keramahan; 
  11. sikap hormat.   

Mengingat kecerdasan emosi aspek yang sangat penting dalam keberhasilan peserta dalam bidang akademik, dan keberhasilan di dunia kerja serta dalam kehidupannya, maka  guru seyogyanya mengembangkan kecerdasan emosi peserta didik yang diintegrasikan dalam kegiatan belajar mengajar.