Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Teori Pemerolehan Bahasa Anak

Teori Pemerolehan Bahasa Anak

Apa itu Pemerolehan bahasa anak?
Pemerolehan bahasa (language acquisition) atau akuisisi bahasa adalah suatu proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh seseorang secara tidak sadar, implisit, dan informal

Stork dan Widdowson (1974:134) mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa dan akuisisi bahasa adalah suatu proses anak-anak mencapai kelancaran dalam bahasa ibunya.

Pemerolehan bahasa anak melibatkan dua kemampuan, yaitu kemampuan menghasilkan tuturan secara spontan dan kemampuan memahami tuturan orang lain.


Teori Pemerolehan Bahasa Anak

Materi pemerolehan bahasa anak meliputi teori behaviorisme, nativisme, kognitivisme, dan interaksionisme.

1. Teori Behaviorisme

Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi response(S-R). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. 

Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan. Pada saat ini anak belajar bahasa pertama. Contohnya, seorang anak mengucapkan bilangkali untuk barangkali. Sudah pasti si anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata tersebut. 

Apabila suatu ketika si anak mengucapkan barangkali dengan tepat, dia tidak akan mendapatkan kritikan karena pengucapannya sudah benar. Situasi seperti inilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan merupakan hal yang pokok bagi pemerolehan bahasa pertama pada anak. 

Ada beberapa hal terkait dengan pemerolehan bahasa menurut teori behaviorisme. 

  1. Belajar bahasa itu empiris, didasarkan pada data yang diamati. 
  2. Kaum behavioris menganggap proses belajar pada manusia sama  dengan proses belajar ada binatang; manusia tidak mempunyai potensi bawaan untuk belajar bahasa; pikiran anak merupakan tabularasa yang akan diisi dengan asosiasi stimulan-respons (S-R); semua perilaku merupakan respon terhadap stimulus dan perilaku terbentuk dalam rangkaian asosiatif.  
  3. Belajar bagi kaum behavioris adalah pembentukan hubungan asosiatif antara stimulus dan respon yang berulang-ulang hingga membentuk kebiasaan. Kegiatan ini disebut pengondisian.  
  4. Pengondisian  harus disertai ganjaran sebagai penguatan asosiasi  antara S-R. 
  5. Bahasa adalah perilaku manusia yang paling kompleks. 
  6. Anak menguasai bahasa melalui peniruan.
  7. Perkembangan bahasa seseorang ditentukan oleh frekuensi dan  intensitas latihan yang disodorkan. 


B.F. Skinner adalah tokoh aliran behaviorisme. Bukunya berjudul Verbal Behavior (1957) digunakan sebagai rujukan bagi pengikut aliran ini. Menurut aliran ini, belajar merupakan hasil faktor eksternal yang dikenakan kepada suatu organisme. 

Menurut Skinner (1957), perilaku kebahasaan sama dengan perilaku yang lain, dikontrol oleh konsekuensinya. Apabila suatu usaha menyenangkan, perilaku itu akan terus dikerjakan. Sebaliknya, apabila tidak menguntungkan, perilaku itu akan ditinggalkan. Singkatnya, apabila ada reinforcement yang cocok,  perilaku akan berubah dan inilah yang disebut belajar.   

Namun, banyak kritik untuk aliran ini. Chomsky mengatakan bahwa teori yang berlandaskan conditioning dan reinforcement tidak bisa menjelaskan kalimat-kalimat baru yang diucapkan untuk pertama kali. 

Bower dan Hilgard juga menentang aliran ini dengan mengatakan bahwa penelitian mutakhir tidak mendukung aliran ini. Aliran behaviorisme menyatakan bahwa semua ilmu dapat disederhanakan menjadi hubungan stimulus-response. Hal tersebut tidak benar karena tidak semua perilaku berasal dari stimulus-response.  


2. Teori Nativisme

Chomsky, penganut nativisme. Menurutnya, bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia, binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada beberapa asumsi. 

Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan  genetik), setiap bahasa memiliki pola perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang universal), dan lingkungan memiliki peran kecil di dalam proses pematangan bahasa. 

Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga, lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang rumit  dari orang dewasa. Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melalui “peniruan”. 

Nativisme juga percaya bahwa setiap manusia yang lahir sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (language acquisition device, disingkat LAD). Mengenai bahasa apa yang akan diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan di lingkungan Amerika sudah pasti bahasa Inggris menjadi bahasa pertamanya.  

Semua anak yang normal dapat belajar bahasa apa saja yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Apabila diasingkan sejak lahir, anak ini tidak memperoleh bahasa. Dengan kata lain, LAD tidak mendapat “makanan” sebagaimana biasanya sehingga alat ini tidak bisa mendapat bahasa pertama sebagaimana lazimnya seperti anak yang dipelihara oleh serigala (Baradja, 1990:33). 

Tanpa LAD, tidak mungkin seorang anak dapat menguasai bahasa dalam waktu singkat dan menguasai sistem bahasa yang rumit. LAD juga memungkinkan seorang anak dapat membedakan bunyi bahasa dan bukan bunyi bahasa.  


3. Teori Kognitivisme

Aliran kognitivisme berawal dari pernyataan Jean Piaget (1926) yang berbunyi “Logical thinking underlies both linguistic and nonlinguistic developments.” Pernyataan ini memancing para ahli psikologi kognitif menerangkan pertumbuhan kemampuan berbahasa karena menilai penjelasan Chomsky tentang hal itu belum memuaskan. 

Teori Kognitivisme menjelaskan bahwa bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif.Bahasa distrukturi oleh nalar.

Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urutanurutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa (Chaer, 2003:223).

Hal ini tentu saja berbeda dengan pendapat Chomsky yang menyatakan bahwa mekanisme umum dari perkembangan kognitif tidak dapat menjelaskan struktur bahasa yang kompleks, abstrak, dan khas. Begitu juga dengan lingkungan berbahasa. Bahasa harus diperoleh secara alamiah.  

Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa.Dari lahir sampai 18 bulan, bahasa dianggap belum ada. Anak hanya memahami dunia melalui indranya.Anak hanya mengenal benda yang dilihat secara langsung. 

Pada akhir usia satu tahun, anak sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya. Simbol ini berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak.  


4. Teori Interaksionisme 

Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan “input” dan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis.  

Dalam pemerolehan bahasa pertama anak sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Benar jika ada teori yang mengatakan bahwa kemampuan berbahasa si anak telah ada sejak lahir (telah ada LAD). 

Hal ini telah dibuktikan oleh berbagai penemuan seperti yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan berbahasa (Campbel, dkk., 2006: 2-3). 

Akan tetapi, yang tidak dapat dilupakan adalah lingkungan juga faktor yang memengaruhi kemampuan berbahasa si anak. Banyak penemuan yang telah membuktikan hal ini.