Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hati Memilih Tetapi Adat Menentukan

Pernahkah anda gagal menikah karena adat? Karena jarak yang jauh? Saya pernah, dan itu merupakan yang sangat rasional, terlebih pada kasus saya ini. 
Saya menjalin hubungan ta’aruf dengan salah seorang akhwat, yang menurut saya sangat baik dan cocok untuk membina rumah tangga bersamanya. Waktu itu saya sangat yakin pada akhwat yang satu ini, banyak kesamaan pada kami, mulai dari keinginan mendidik anak menjadi hafiz, sampai pada selera musik yang sama yaitu menyukai nasyid.
Namun semua itu tidak mulus seperti yang kita harapkan, ketika saya meminta restu pada orang tua, malah tidak disetujui. Dengan alasan adat yang berbeda dan juga jarak yang cukup jauh. Padahal kami masih dalam satu provinsi yang sama. Tidak adanya akses jalur darat menambah orangtua saya tidak setuju. Sempat tidak menerima dengan alasan yang rasional, bagi saya asal keluarga dari pihak keluarga tidak menuntut yang macam-macam tidak jadi masalah.
Hari demi hari yang saya lakukan adalah meminta restu pada keluarga. Hanya abang saya yang setuju, mama, ayah, kakak, adik, bahkan ibu-ibu komplek ditempat saya tinggal ketika mendengar daerah pasangan ta’aruf saya itu. Sedih bercampur kecewa, saya tidak percaya ternyata masih ada orang yang masih rasis tentang daerah, dan itu adalah keluarga bahkan hingga tetangga saya.
Tidak dapat dipungkiri, pasangan ta’aruf saya itu bertempat tinggal didaerah yang masih identik dengan praktek sihir. Isu itu berkembang luas sampai kedaerah kami, maka jika ada yang ingin menikah dengan orang sana, banyak yang tidak setuju. Saya sendiri tidak peduli didaerah sana banyak praktek sihir atau semacamnya, yang saya lihat adalah kepribadian calon ibu dari anak-anak saya dan keluarganya.
Berbicara tentang keluarga dipihak perempuan, saya sangat malu ketika harus mengatakan alasan kenapa keluarga saya tidak setuju. Keluarga mereka sangat baik, sangat memudahkan untuk melaksanakan sunah Rasulallah. Bahkan mereka memberi kebebasan kepada kami untuk melangsungkan akad nikah dimana saja. Tanpa walimahan pun tidak apa-apa, yang penting akad berjalan dengan lancar itu udah cukup. Subhanallah.. semoga Allah memberikan kemudahan kepada keluarga itu.
Hampir dua bulan saya meminta restu pada keluarga, akhirnya ayah dan adik perempuan saya setuju, tapi tidak dengan mama dan kakak saya. Mereka tetap kekeh dengan keputusan mereka supaya saya tidak jadi menikah dengan akhwat pilihan saya itu. Putus asa?? Tentu. Berlinang air mata ketika berdoa kepada Rabb yang Maha Membolak-balikkan hati semoga dimudahkan.
Sempat terfikir untuk nikah lari, namun kami tetap berfikir dengan jernih bahwa pernikahan tanpa diawali dengan restu orang tua tidak akan berkah. Karena menikah bukan hanya menyatukan dua kepala tetapi juga menyatukan dua keluarga yang sangat berbeda watak dan kepribadian. Saya sangat mencintainya namun saya juga mencintai orang tua yang telah mendidik dan membesarkan saya. Bagaimanapun sifat dan wataknya, mereka tetap orang tua saya, surga saya.
Namun inilah kehidupan, tidak yang semua rencanakan berjalan mulus. Saya yakin Allah punya rencana lain yang baik buat saya. Karena baik bagi saya belum tentu baik dipandangan Allah. Saya hanya bisa pasrah dengan ketetapan Allah SWT. Saya percaya dibalik kesusahan akan Allah janjikan kemudahan. Sesuai dengan Firman Allah SWT “sesungguhnya disetiap kesulitan ada kemudahan” 
Saya masih meminta waktu kepada pasangan ta’aruf untuk meluluhkan hati orang tua. Saya dengan gencar mencari cara agar orang tua mau menerima kekasih pilihan saya. Bahkan setiap ada orang kompleks dan saudara menanyakan saya kapan nikah? Dengan suara lantang saya langsung menjawab, nanti ketika mama setuju pulang kedaerah X. 
Namun bukannya dukungan yang saya dapatkan malah tetangga dan saudara saya langsung memberikan saran kepada orang tua saya. Buk, kalau kedaerah situ saya juga tidak setuju.. tanpa jeda panjang mama saya juga mengatakan, tuh dengerin, bukan mama aja yang tidak setuju. Saya pun aja tertunduk lesu, ternyata pola mikir kebanyakan ibu-ibu disini sama.