Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jenis-jenis Kesulitan Belajar dan Cara Mengatasi Kesulitan Belajar Peserta Didik

Jenis-jenis Kesulitan Belajar dan Cara Mengatasi Kesulitan Belajar Peserta Didik

Apa itu Kesulitan belajar?
Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana peserta didik tidak dapat belajar dengan baik, disebabkan karena adanya gangguan, baik berasal dari faktor internal maupun faktor eksternal.

Apa Penyebab Kesulitan Belajar pada anak? Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kesulitan belajar pada peserta didik. Menurut Helex Wirawan (2009) faktor-faktor penyebab kesulitan belajar tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu: faktor intern (faktor dari dalam diri anak itu sendiri) yang meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis serta faktor ekstern yang meliputi faktor sosial dan faktor non sosial.

Jenis-jenis kesulitan belajar

Ada empat jenis kesulitan/ gangguan belajar yang seringkali ditemui dalam perkembangan seorang anak, yaitu sebagai berikut. 

Kesulitan belajar akademis

Meliputi kesulitan membaca, kesulitan menulis, dan kesulitan berhitung. Kesulitan membaca merupakan suatu diagnosis yang ditandai oleh adanya kesulitan berat dalam mengerti bahan bacaan. Anak yang mengalami gangguan membaca akan kesulitan dalam mengenal kata, mengucapkan, dan memahami apa yang dibaca. 

Ada dua macam gangguan dalam membaca, yaitu: aphasia, disebabkan karena anak kehilangan kemampuan membacanya. Disleksia, disebabkan karena gangguan fungsi saraf (neurologisnya rusak).Faktor yang menyebabkan kesulitan membaca, yaitu 

(1) psikologis (gagap), anak merasa malu jika ditertawakan teman-temannya; 

(2) hambatan didaktik-metodik, anak mengenal bunyi huruf tetapi mereka kesulitan membacanya apabila huruf itu dirangkai menjadi kata. 

Kesulitan menulis, merupakan gangguan pada kemampuan menulis anak, yaitu kemampuan di bawah rata-rata anak seusianya dalam hal menulis. Gangguan ini tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pendidikan yang telah dijalaninya. 

Hal tersebut menimbulkan masalah pada akademik anak dan berbagai area kehidupan anak. Kesulitan menulis disebabkan kerena kemampuan psikomotor yang kurang terlatih. Anak yang memiliki kesulitan menulis sulit dalam membuat tulisan dan mengekspresikan diri melalui tulisan. 

Macam-macam kesulitan menulis yaitu 

(a) Disgraphia, merupakan kesulitan menulis yang disebabkan gangguan saraf; 

(b) Hyperkenesis, kesulitan menulis yang memiliki gerakan berlebih dan tidak normal. 

Misalnya, menghentak-hentakkan kaki atau bergoyang-goyang terus ketika menulis. 

Kesulitan berhitung merupakan gangguan matematik yang memiliki kesulitan dalam kemampuan aritmatik. Kesulitan ini tidak disertai dengan adanya gangguan penglihatan, pendengaran, fisik, atau emosi. Kesulitan berhitung disebut ”discalculia”. Anak akan mengalami kesulitan dalam memikirkan atau mengingat informasi yang melibatkan angka-angka. 

Gangguan Simbolik

Gangguan simbolik yaitu ketidakmampuan anak untuk dapat memahami suatu obyek sekalipun ia tidak memiliki kelainan pada organ tubuhnya. 

Ciri-cirinya antara lain 

  1. siswa mampu mendengar tapi tidak mengerti apa yang didengar; 
  2. mampu mengaitkan obyek yang dilihat, namun mengalami gangguan pengamatan (visual reseptive),
  3. mengalami gangguan gerak-gerik (motoraphasia).


Gangguan Nonsimbolik

Gangguan nonsimbolik merupakan ketidakmampuan anak untuk memahami isi pelajaran karena ia mengalami kesulitan untuk mengulang kembali apa yang telah dipelajarinya. Kesulitan belajar yang telah dipaparkan tersebut sangat berdampak pada proses belajar. 

Namun, ada pula siswa SD yang karena proses kelahiran atau musibah  mengalami cidera otak, sehingga siswa itu tidak mampu untuk belajar. Ketidakmampuan untuk melakukan tugas-tugas tertentu yang tidak dapat dilakukan anak-anak yang sebaya seperti: mandi sendiri, sikat gigi, menulis, membaca disebut learning disability. 

Anak yang mengalami kerusakan saraf yang berat disebut learning disorder. Anak yang mempunyai kecerdasan diatas rata-rata, namun prestasi akademiknya rendah disebut underachiever. 

Sedangkan anak yang lamban belajar dan tidak mampu menyelesaikan pekerjaannyadengan tepat serta waktu belajarnya lebih lama dibandingkan rata-rataanak seusianya disebut slow learner.  


Gangguan Sosial Emosional

Sifat guru atau pendidik ingin mengajarkan anak didiknya yang berperilaku baik dan pandai untuk membangun keberhasilan dalam proses belajar di kelas. Namun, kadang kala ada anak yang tergolong mempunyai gangguan sosial emosional yang nampak di kelas. 

Permasalahan sosial emosional dalam belajar antara lain sebagai berikut. 

1. Hiperaktif, 

Anak hiperaktif cenderung tidak bisa diam. Ia cenderung bergerak terus menerus, kadang suka berlarian, melompatlompat, bahkan teriak-teriak di kelas. Anak ini sulit untuk dikontrol, karena ia melakukan aktivitas sesuai kemauannya sendiri.  


2. Distractibility child

anak distractibility seringkali mengalihkan perhatiannya ke berbagai obyek lain di kelas. Anak ini mudah dipengaruhi, tetapi tidak bisa memusatkan perhatian pada kegiatan-kegiatan yang berlangsung di kelas.  Anak ini juga cepat bosan. 


3. Poor Self Consept

anak yang poor self consept cenderung pendiam, pasif, dan mudah tersinggung. Mereka tidak berani bertanya atau menjawab karena merasa tidak mampu dan cenderung kurang berani bergaul serta suka menyendiri. 


4. Impulsif

anak yang impulsif cepat sekali bereaksi terhadap sesuatu di sekitarnya, tetapi hal tersebut justru mencerminkan ketidakmampuannya. Misalnya, setiap guru memberi pertanyaan, anak ini cepat bereaksi untuk cepat menjawab. 

Anak ini seperti ingin menunjukkan bahwa ia pandai, tapi cara menjawabnya justru mencerminkan ketidakmampuannya. 


5. Distructive behavior

anak ini memiliki perilaku yang agresif. Sikap agresif yang negatif dalam bentuk membanting dan melempar menunjukkan bahwa anak ini adalah anak yang bermasalah (trouble maker). Anak ini cepat tersinggung dan bertemperamen tinggi sehingga menjadi agresif. 


6. Distruptive behavior

Anak ini sering mengeluarkan kata-kata kasar dan tidak sopan. Dengan nada mengejek, anak ini cenderung menentang guru. 


7. Dependency child

Pada awalnya anak ini seperti sangat bergantung pada orangtuanya, dan sering merasa takut serta tidak mampu melakukan sesuatu sendiri. Hal ini terjadi karena sikap orang  tua yang terlalu over protektif atau sangat melindungi. 


8. withdrawal 

Anak yang withdrawal yaitu anak yang suka menarik diri dan pemalu. Keadaan sosial ekonomi yang rendah akan mengakibatkan anak merasa bahwa dirinya bodoh dan enggan untuk mencoba membuat atau mengerjakan tugas-tugas yang diberikan karena dirinya merasa tidak mampu. 


9. Learning disability

Anak ini tidak memiliki kemampuan mental yang setara dengan anak-anak normal yang sebayanya. Anak seperti ini sulit untuk menganalisis, menangkap isi pelajaran, dan mengaplikasikan apa yang dipelajari.


10. Learning disorder

Anak ini mempunyai cacat bawaan baik kerusakan fisik  maupun saraf. Anak seperti ini cenderung sulit belajar secara normal, sehingga membutuhkan penanganan para ahli yang dilakukan oleh lembaga-lembaga khusus. 


11. Underachiver

anak ini mempunyai potensi  ntelektual di atas rata-rata, namun potensi akademiknya di kelas sangat rendah. Semangat belajarnya juga sangat rendah.


12. Overachiver

anak ini mempunyai semangat belajar yang sangat tinggi. Ia merespon dengan cepat. Anak ini tidak bisa menerima kegagalan dan tidak mudah menerima kritikan dari siapapun termasuk dari gurunya.


13. Slowlearner

Anak ini sulit menangkap pelajaran dan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menjawab dan mengerjakan tugas-tugasnya.


14. Social interseption child

Anak ini kurang peka dan tidak peduli terhadap lingkungannya. Anak ini kurang tanggap dalam membaca ekspresi dan sulit bergaul dengan teman-teman yang ada di kelas.  


Cara Mengatasi Kesulitan Belajar Peserta Didik

Cara mengatasi kesulitan belajar, berdasarkan gejala yang teramati dan faktor penyebab kesulitan belajar, maka upaya yang dilakukan guru antara lain:

1) tempat duduk siswa

Anak yang mengalami kesulitan pendengaran dan penglihatan hendaknya mengambil posisi tempat duduk bagian depan. Mereka akan dapat melihat tulisan di papan tulis lebih jelas. Begitu pula dalam mendengar semua informasi belajar yang diucapkan oleh guru.   

2) Gangguan Kesehatan

Anak yang mengalami gangguan kesehatan sebaiknya diistirahatkan di rumah dengan tetap memberinya bahan pelajaran dan dibimbing oleh orang tua dan keluarga lainnya.  

3) Program Remedial

Siswa yang gagal mencapai tujuan pembelajaran akibat gangguan internal, perlu ditolong dengan melaksanakan program remedial. Teknik program remedial dapat dilakukan  dengan berbagai cara. Di antaranya  adalah  mengulang kembali bahan pelajaran yang belum dikuasai,  memberikan tugas-tugas tertentu kepada siswa, dan lain sebagainya.  

4) Bantuan Media dan Alat Peraga

Penggunaan alat peraga pelajaran dan  media belajar kiranya cukup membantu siswa yang mengalami kesulitan menerima materi pelajaran. Boleh jadi kesulitan belajar itu timbul karena materi pelajaran bersifat abstrak sehingga sulit dipahami siswa.   

5) Suasana Belajar Menyenangkan

Selain itu yang tak kalah pentingnya adalah menciptakan suasana belajar kondusif. Suasana belajar yang nyaman dan menggembirakan akan membantu siswa yang mengalami hambatan dalam menerima materi pelajaran.  

6) Motivasi Orang Tua di Rumah 

Anak yang mengalami kesulitan belajar perlu mendapat perhatian orang tua dan anggota keluarganya. Peran orang tua sangat penting untuk memberikan motivasi ekstrinsik dan intrinsik agar anak mampu memperoleh hasil belajar yang memuaskan. 

Selain itu juga orang tua perlu memperhatikan kesehatan tubuh anak dengan memberikan makanan dan miniman yang bergizi disertai dengan suplemen  pembangun tubuh yang cukup.


Rancangan Kegiatan Mengatasi Kesulitan Belajar Peserta Didik

Rancangan mengatasi kesulitan belajar peserta didik dapat dilakukan dengan cara:

Bimbingan Belajar

Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut.

(1) Identifikasi kasus;

Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar.

(2) Call them approach

Melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan.

(3) Maintain good relationship;

Menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya. 

(4) Developing a desire for counseling; 

Menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya. Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa.

(5) Melakukan analisis sosiometris; 

Dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial. 2) Identifikasi Masalah Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa. 

Dalam konteks proses belajar mengajar, permasalahan siswa dapat berkenaan dengan aspek : 

(a) substansial – material; 

(b) struktural – fungsional; 

(c) behavioral; dan atau 

(d) personality. 

Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). 

Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; 

(b) diri pribadi; 

(c) hubungan sosial; 

(d) ekonomi dan keuangan; 

(e) karier dan pekerjaan; 

(f) pendidikan dan pelajaran; 

(g) agama, nilai dan moral; 

(h) hubungan muda-mudi; 

(i) keadaan dan hubungan keluarga; dan 

(j) waktu senggang. 

3) Remedial atau Referal (Alih Tangan Kasus)

Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.  Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah sebaiknya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi siswa. Berkenaan dengan evaluasi bimbingan, Depdiknas telah memberikankriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan belajar, yaitu : 

1) Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh siswa berkaitan dengan masalah yang dibahas; 

2) Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan dan;  

 3) Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh siswa sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.  Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003:67) mengemukakan beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang telah diberikan apabila: 

1) Siswa telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi. 

2) Siswa telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.

3) Siswa telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri  dan masalahnya secara obyektif (self acceptance). 

4) Siswa telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).

5) Siswa telah menurun penentangan terhadap lingkungannya

6) Siswa mulai menunjukkan kemampuannya dalam  mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusansecara sehat dan rasional. 

7) Siswa telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha-usaha perbaikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dasar pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya