Harapan Yang Tertunda, Guru Swasta Dan Ketidakadilan Sistem Dalam Rekrutmen PPPK
Program Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang digagas pemerintah menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidik di Indonesia. Namun, di balik ambisi besar ini, muncul polemik yang memukul harapan banyak guru swasta. Seleksi PPPK gelombang kedua, yang seharusnya menjadi jembatan menuju masa depan yang lebih baik, justru memperlihatkan celah ketidakadilan sistem, terutama bagi guru swasta yang telah lama mengabdi.
Guru Swasta: Antara Dedikasi dan Ketidakadilan
Guru swasta merupakan salah satu pilar penting dalam dunia pendidikan Indonesia. Di tengah minimnya akses fasilitas seperti yang dinikmati sekolah negeri, guru-guru ini tetap memberikan dedikasi penuh untuk mencerdaskan anak bangsa. Sayangnya, seleksi PPPK sering kali meminggirkan peran mereka.
Beberapa peraturan dalam sistem rekrutmen PPPK membuat guru swasta sulit bersaing, terutama karena prioritas diberikan kepada guru honorer di sekolah negeri. Alhasil, banyak guru swasta merasa tidak dihargai, meskipun mereka memiliki pengalaman mengajar yang mumpuni.
Mengapa Guru Swasta Sulit Mendaftar PPPK?
Ada beberapa alasan utama mengapa guru swasta menghadapi tantangan besar dalam seleksi PPPK:
1. Prioritas untuk Guru Honorer Negeri
Dalam seleksi PPPK, guru honorer yang mengajar di sekolah negeri mendapatkan prioritas utama, sedangkan guru swasta sering kali masuk ke kategori umum. Hal ini membuat mereka bersaing dengan pelamar baru tanpa pengalaman.
2. Minimnya Formasi untuk Guru Swasta
Sebagian besar formasi PPPK difokuskan untuk memenuhi kebutuhan guru negeri. Padahal, banyak guru swasta juga mengajar di wilayah terpencil atau di daerah yang sangat membutuhkan tenaga pendidik.
3. Persyaratan Administrasi yang Rumit
Beberapa guru swasta terkendala dalam memenuhi persyaratan administrasi, seperti sertifikasi pendidik, karena keterbatasan dukungan dari lembaga tempat mereka bekerja.
Dampak Ketidakadilan bagi Guru Swasta
Ketidakadilan ini menimbulkan dampak psikologis dan sosial bagi guru swasta. Mereka merasa pengabdian mereka tidak diakui oleh pemerintah, meskipun mereka telah berjuang di garis depan dunia pendidikan. Hal ini juga memicu ketidakpuasan yang berpotensi menurunkan motivasi mengajar.
Di sisi lain, ketidakadilan ini juga berdampak pada sistem pendidikan secara keseluruhan. Jika guru swasta terus diabaikan, maka kualitas pendidikan di sekolah-sekolah swasta, yang menjadi tumpuan banyak masyarakat, juga akan terpengaruh.
Apa Solusinya?
Untuk menciptakan sistem yang lebih adil, ada beberapa langkah yang dapat diambil:
1. Memberikan Kuota Khusus untuk Guru Swasta
Pemerintah dapat menetapkan kuota khusus dalam seleksi PPPK untuk guru swasta, sehingga mereka memiliki kesempatan yang setara.
2. Menyederhanakan Persyaratan Administrasi
Banyak guru swasta terkendala dalam persyaratan sertifikasi. Pemerintah perlu memberikan akses yang lebih mudah dan program percepatan sertifikasi bagi mereka.
3. Evaluasi Ulang Sistem Prioritas
Sistem rekrutmen harus mengevaluasi ulang skema prioritas, sehingga tidak hanya guru negeri yang diutamakan, tetapi juga mempertimbangkan pengalaman dan pengabdian guru swasta.
4. Penguatan Data Guru Swasta
Pemerintah perlu memperbaiki pendataan guru swasta untuk memastikan semua tenaga pendidik mendapatkan akses yang sama dalam program peningkatan kesejahteraan.
Guru swasta adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang sering terlupakan dalam sistem pendidikan Indonesia. Ketidakadilan dalam seleksi PPPK tidak hanya menyulitkan mereka, tetapi juga merusak prinsip kesetaraan dalam dunia pendidikan. Pemerintah perlu segera mengambil langkah nyata untuk memastikan harapan para guru swasta tidak terus tertunda.
Dengan menciptakan sistem yang lebih inklusif dan adil, kita tidak hanya membantu guru swasta, tetapi juga meningkatkan kualitas pendidikan bangsa. Bukankah itu tujuan utama dari pendidikan yang kita cita-citakan?